Tuesday, February 2, 2010

HARI PERTAMA

HARI PERTAMA
See you later Jakarta

Subhanallah!! indahnya cakrawala pagi. Warna pink dan jingga bercampur digaris bumi, sementara dibawah pesawat ini awan biru gelap berarak bagai tirai memayungi bumi. Bintang-bintang diatas masih berkedip bersiap meninggalkan alam malam. Hening dan damai diluar sana. Subhanallah. manusia mana yang sanggup menciptakan seperti ini. Aku begegas mengambil camera dari tas pinggangku dan membidik keluar sana.

Selesai lima jepretan, aku kembali kekursi tengah dimana aku duduk. Menyelipkan kembali kamera kedalam tas pinggang, menyalahkan lampu baca diatas kepala dan membuka catatan harian dari dikantong kursi didepan. Ketika aku akan memulai menulis, seorang nona pramugari Jepang yang melewati gang menghampiriku.

"Is your sister Ok?" Tanya si nona dengan sedikit aksen Jepangnya.

"Yes maam, she enjoys this flight"

"Good. These are children books in case she wants to read". Kuambil 3 buku dari tangan pramugari.

"Thanks maam"

"Your welcome"

"Can I have a newspaper maam?"

"Sure. Which one you want?".

"Anything".

Nona pramugari berjalan ke belakang pesawat. Kuletakkan buku ke kantong kursi dan meneruskan tulisanku .

Saat subuh seperti ini adalah saat favoriteku dalam sebuah penerbangan. Saat sebagian penumpang masih terlelap dan lampu diredupkan. Hening, damai.Kenikmatan ini bertambah selepas melakukan shalat subuh. MashaAllah. Pelengkapnya tentu ketika sarapan ditawawarkan. Mash potato atau scramble egg. Mmm. Perjalanan dengan pesawat terbang adalah asli sebuah petualangan walau tidak sehebat Tintin atau Indiana Jones.

"Jam berapa da Alam?". Kata Athaya yang baru saja bangun dari tidurnya. Matanya masih terpejam. Ku lihat jam tanganku.

"6 pagi. Thaya mau shalat subuh?" Athaya mengangguk. "Thaya juga mau pipis".

Aku gandeng adiknya menuju toilet. Aku berpapasan dengan nona pramugari Jepang tadi dan kuminta surat kabar itu diletakkan di kursiku.

Satu jam berlalu. Aku membaca berita mengejutkan pada halam muka The Washington Post. Lima pimpinan Islamic Center di Amerika menghilang. Demonstrasi damai para Muslim didepan Washington Capitol menuntut pemerintah untuk lebih serius mencari dimana mereka berada. Ada empat berita tentang Islam dikoran ini. Satu tantang penculikan pimpinan Islamic Center, selebihnya tidak jauh dari ancaman Islamic teroris. Lagi-lagi. MashaAllah!. Islamic terori Islamic Teroris. Sesak terasa nafas ini.

Athaya disampingnya sibuk menyentuh layar monitor dengan jarinya. Tiga film terbaru untuk anak-anak sudah ditontonnya selama diperjalanan tadi. Habis. “Tinggal filem Om-Om” Katanya. Untuk Thaya, ini istilah film PG 13 keatas. Ia akhirnya memutuskan untuk membuka buku pemberian ibu pramugari. "Thumbelina, Cinderella, Pinocchio, this is for baby!". Keluh Thaya. Aku tertawa geli. Siapa yang menyangka kalau anak berumur enam tahun sudah menamatkan semua seri Harry Potter dan tiga buku The Lord of The Ring?. Lagi pula tak ada satupun dari serial yang dibaca itu berbahasa Indonesia. “Aku gak mau baca terjemahan. Bahasanya aneh”. alasannya. Ia menatap keluar jendela menikmati arak-arak awan diatas lautan biru. Ia kemudian duduk kembali. Berpangku tangan. Melihat udanya yang konsen dengan korannya. Memperhatikan Ibu2 yang sedang tertidur disamping kiri ku. Berlutut diatas korsi dan memperhatikan para penumpang yang sedang terlelap dibelakangnya. Duduk lagi. Menarik nafas.

“Da Alam aku mau kebelakang” . Kata Thaya tiba-tiba sambil membenarkan jilbabnya.

“Lho kan tadi udah”

“Mau bicara sama bu pramugari”

“Ya sana. Tapi jangan minta mengganggu ya”.

Athaya berjalan kebelakang kapal. Lima menit kemudian kembali dengan majalah TIMES dan NEWSWEEK ditangannya. Alam tersenyum melihat tingkat adiknya.

"Better than not reading at all" kata Thaya.

Athaya Salsabila nama Adikku ini. Merengek berhari-hari untuk bisa ikut udanya. Mengurungkan diri dikamar mandi dan mengkoncinya dari dalam. “Aku buang koncinya ke dalam bak mandi!” teriaknya dari dalam. Tapi usaha ini gagal setelah ummi membukanya dengan kunci cadangan. Ia kemudian mengancam untuk kabur dari rumah. Diisikannya baju-baju kedalam kantong plastik dan berjalan kedepan pintu. Tapi ia kemudian berbalik dan berdiri mematung. “Aku gak ada uang untuk naik taksi” katanya. Aksi selanjutnya, mogok makan. Mulutnya ditutup rapat. Dipalingkan kepalanya kekiri dan kanan ketika ummi mencoba menyuapkan sop ayam. Dari pagi, siang sampai sore. Semakin Athaya teguh dengan prinsipnya, semakin frustasi ummi dibuatnya.

“Alam! Bantuin ummi donk. Ini bagaimana dari pagi gak makan”.

Aku punya ide yang kuanggap cemerlang. Jam tujuh malam, datanglah pizza yang sudah kami pesan. Aku berteriak “Wow ummi, ada pizza…mmmm enaaak!!”. Ummi menjawab “woow kita habiskan ya uda Alam”. Kami menunggu respon. Berharap semoga pancingan mengena. Maklum, Athaya terobses dengan pizza. “Waa Thaya diabisin ya” aku berteriak lagi. Yang ditunggu tidak juga datang. Khawatir, akhirnya perlahan aku datangi kamar adikku. Dia tidak ada disana. Dikamarku juga tidak ada. Ummi resah. Kami berteriak memanggil namanya. “Coba cari dikamar Ummi” usulku. Kami berlari kekamar ummi. Disana terdengarlah jawaban.

“Aku disini!!” teriak Thaya. Suara itu jelas terdengar dari dalam lemari pakaian ummi.

“Athaya didalam lemari?”

“Iya. Aku kunci dari dalam dan serapnya aku pegang”.

Aku tertawa terpingkal-pingkal sementara ummi bertolak pinggang dan menggelengkan kepalanya. "Masya Allah! anak ini!". keluh ummi mencoba menahan tawa.

"Dari pagi dia belum makan Lam" Bisik ummi "Sekarang dia bisa kehabisan oksigen didalam sana".

Aku masih menahan geli dan mataku berair karena tawa. Aku kemudian duduk ditepian tempat tidur. Berfikir untuk mencari pemecahan.

“Menurut ummi kalau Thaya ikut bagaimana?” Tanyaku sambil menyeka air mata.

“Kita kan sudah diskusikan Lam? kamu itu akan sebulan disana. Kamu juga sibuk. Sementara kamu pergi, siapa yang menjaga Thaya di rumah om Matthew? Nancy juga nggak bisa terus dirumah. Dia harus kesekolah. Kamu tau kan, anak ini nggak mau diam”.

“InshaAllah nanti Alam akan coba atasi apapun yang terjadi. Pengalaman disana akan menambah wawasan dia. Moga akan jadi pengalaman yang tak terlupakan untuk dia”.

Ke khawatiran jelas terlihat dari wajah ummi. Berkali-kali beliau menarik nafas.

"Dia baru enam tahun Lam".

"Haha ummi kayak gak tau aja. Kadang toh dia seperti anak 20 tahun berbadan kecil".

“Kamu yakin bisa pegang dia?”

“InshaAllah ummi”. Ummi berfikir lagi.

“Ya sudah. Jaga tanggung jawab kamu”.

Ku peluk ummiku “Ma kasih ummi!!”

“Ya ya. Besok kita ke kedutaan Amerika”.

----------------------

O'hare Airport Chicago

Pesawat Japan Airlines Boeing 773 mendarat di O'hare Airport Chicago jam 8 pagi. Sebelum merapat pada belalainya, si nona pramugari Jepang meminta aku dan Thaya menunggu sampai semua keluar. Setelah interior pesawat kosong dari penumpang, si Nona memberikan sebuah kotak bercap JAL berikatan pita merah pada Thaya.

"Thank you maam" Kata Thaya pelan sambil memandang kotak ditangannya. "Can I open it now?" Lanjutnya.

" Sure. You need my help?" Jawab si nona sambil berlutut pada kaki kirinya hingga kepalanya hampir sama tinggi dengan Athaya.

"It's okay. I can do it". Athaya meletakkan kotak itu keatas kursi dan membuka perlahan pita yang melibatnya. Dua nona pramugari lain mendatangi mereka.

"ooooh Teddy Bear!" Athaya memeluk boneka itu. Ia mendatangi dan memeluk si nona. "ooo how sweet" suara para pramugari serentak.

Saat setelah melewati pintu pesawat, tak satupun diantara nona dan bapak awak cabin yang luput dari pelukannya.

"That little girl reading Newsweek". Aku medengar mereka berbisik. "Really?".

"Athaya... sweet but stubborn. My unique sister." Kataku tersenyum memandang Adikku ini.

Tidak salah memang kalau Chicago Airport ini mendapat predikat bandara tersibuk kedua sedunia. Sepagi ini kerumunan manusia tidak ubahnya pasar malam. Lalu lalang kesana kemari sibuk dengan urusan masing-masing. "Athaya, stick with me okay? jangan lengah" kataku. Aku menghentikan langkah. "Bonekanya uda masukkin kedalam ransel ya". Athaya mengangguk tanpa bicara. Kepalanya berpaling kekiri dan kanan memperhatikan manusia-manusia yang melewati mereka. Alam melepas ransel,memasukkan boneka kedalamnya dan memakainya kembali. "Ayo pegang yang kuat tangan uda". Mereka berjalan diantara ratusan manusia.

Ada sepuluh orang mengantri didepan kounter Japan Airlines. Kami menempati diri pada deretan terakhir.

"To Florida sir". Kataku menyerahkan boarding pass. Bapak ini berwajah Amerika, berambut kuning tapi tag didadanya terbaca Ahmad. Interesting.

Tidak beberapa lama, pak Ahmad menerangkan nomor gate yang harus dituju. Untuk kesana, kami harus menaiki Airport Transit System (ATS) semacam bus yang mengantar penumpang dari satu tempat ke yang lainnya di dalam area bandara. "American Airlines will wait you there" sambung si bapak.

"Thaya, boarding jam 10:15 . Ada waktu satu setengah jam untuk jalan-jalan"

"You know where we'll go."

"yeah, gak salah lagi". kami mencari toko buku.

Jam 10:20 pagi, pintu untuk boarding dibuka. Setelah melewati kounter, kami berjalan memasuki belalai penghubung. Kuberikan kepingan boarding pass pada pramugari American Airlines yang menyambut para penumpang di pintu pesawat.

"To the left my boy....Oh hi sweety. Want something to read?" Kata pramugari pada Athaya.

"No thank you maam. I have it alot in my uda Alam's bag" jawab Athaya tersenyum.

"ow okay. Enjoy your flight honey".

"Thank you maam" kata Athaya mengikuti udanya.

20 menit kemudian, pesawat meninggalkan O'hare international Airport. Aku rekam semua kejadian kedalam diaryku. Berapa lama perjalanan kita? hmmm.... Jakarta. Sukarno-Hatta, Narita Tokyo, O'hare Chicago, Florida. 28 jam.Subhanallah.

Athaya tak dapat menunda untuk melahap bukunya. Korban pertama, The Life of Pie karya pengarang Canada Yann Martel. Satu dari empat buku yang dibelinya.

Florida, here I come.

----------------------------------------- Orlando International Airport
Jam 12:20 siang, kami berada pada ketinggian 10.800 feet. Berarti kurang lebih 3,3 kilometer diatas bumi. Dua jam lagi kita inshaAllah akan mendarat. Florida. Aah full of memory. Menyakitkan dan menyenangkan. Aku punya empat julukan untuk Florida. Satu, Florida adalah the State of Senior Citizen. Statenya para manula. Itu karena memang para manula memenuhi populasi florida. Dua, Florida adalah the State of Hundred Lakes. State ratusan danau. Kalau anda memandang florida dari atas, anda akan melihat beberapa titik bopeng disekujur tubuhnya. Mirip bekas tumpahan bom perang dunia kedua. Yang bopeng itulah danau. Danau dimana mana. Yang terbesar adalah danau Okeechobee. Cara membacanya oukicoubi. Begitu besarnya danau air tawar ini, sehingga kalau anda berdiri disatu sisi, anda tidak akan melihat apa yang diseberang anda. Luas danau ini 1800 KM persegi. Bayangkan. Ketiga, Florida adalah the State of Pan Cake. Itu karena Florida rata tanpa ada gunung sedikitpun. Konturnya mirip jakarta. Banyak yang mengatakan, kalau es mencair di kutub utara sana, Floridalah yang pertama akan tenggelam. Keempat, ah..seharusnya aku tempatkan ini pada urutan pertama. Tapi okelah. Florida is the State of Hurricane. Badai. Tidak ada state diAmerika yang menderita hempasan badai sebanyak Florida. Sejauh yang bisa dilacak sudah sebanyak 488 badai menyapu state ini. Yang paling menyakitkan diantara semua adalah Hurricane Andrew. Tornado berkategori 5 ini terjadi pada tahun 1992. Kecepatan angin 266 KM / jam, dengan kerugian materi, kurang lebih 47 milyar dollar Amerika. Penduduk tewas hanya 65 orang, tapi ratusan ribu mengungsi dan ribuan rumah rata dengan bumi. Demikian sepintas tentang Florida. Yang lainnya, pohon beringin bertebar dimana-mana. Ada satu bintang yang paling terang di Florida. Itulah Disney World. Ini yang membuat Athaya menaruhkan segalanya untuk ikut abangnya. Termasuk kehabisan oksigen didalam lemari Uminya. Pengumuman untuk mendarat diinformasikan. Athaya sudah menyelesaikan setengah dari novel the Life of Pienya. Ia menutup buku dan menyerahkannya padaku. "Bagus gak Thaya ceritanya?" "Menarik. Seorang anak India terapung dilaut berhari hari bersama Macan. Tadinya ada Hyena, Orangutan and Zebra together. The tiger eat them all. But not Pie. I like it" "Good you like it..put on your seat belt Thaya". Athaya memasang seat belt dan mememandang keluar jendala. Memperhatikan daratan yang makin mendekat dibawah sana. Aku terus mencatat sebisa yang aku ingat di diaryku. "Da Alam" kata Athaya berbisik. "Yes?" "Nanti ibu pramugari kasi aku boneka lagi gak?" Jam 14:15 waktu Florida. Kami sudah berada didalam Orlando International Airport. Berjalan bersama para penumpang menuju kounter imigrasi. Aku tidak tahu pasti suasana hati ini. Aku senang, aku sedih. Disini aku dulu berjalan diantara ummi dan Ayah. Tangan kiri memegang ummi, tangan kanan memegang ayah. Ketika itu kami baru pulang dari Jakarta setelah berlibur satu bulan disana. Kenangan manis ini menyekat tenggorokkan ku. Aku senang karena aku akan bertemu teman-teman dekatku lagi. George, Alan, Carrie dan satu ini Zulfikar. Anak yang merobah hidupku. Pemberi inspirasi. Apa kabar dia? "Your name is...Muhammad..Al Amin" Kata bapak berkulit hitam yang duduk didalam kounter. Tangannya mengetik dan membulak balik passportku. Bapak ini mirip Louis Armstrong peniup terompet itu. Bedanya, badan bapak ini jauh lebih besar dan suaranya.. wow. "And ...you are here for?..." "My mother's friend invited me to visit him. You can see his letter there". Beliau membaca surat dari om Matthew dan mengetik lagi papan keyboardnya. "Just the two of you? you ..thirteen years and this little lady ...six year.." "Haii..my name is Athaya. Nice to meet you!" kata Thaya tiba-tiba. Dia menjulurkan tangan keatas kounter untuk menyalami om Louis Armstrong ini. Suaranya cukup melengking hingga beberapa manusia memandang kami. Om Louis berdiri dari tempat duduknya. Ia membelalakan mata melihat Thaya. Terkejut melihat serangan tiba-tiba. " O...yeees nice to meet you too sweety". Kata om Louis menyalami Athaya. "You are sooo big!!" Kata Thaya lagi. "Hus..Thaya!!" tegurku. Para pengantri yang dapat mendengar ini tertawa. Sebagian hanya tersenyum. "OO yes I am sweety. hahaha". Om gede ini kemudian memberi stempel pada passport dan menyerahkannya padaku. "Welcome to America...you too Athiya? Athay?" "Athaya!" "See ya later Athaya" "By Mr. Abraham". "Haha...she reads my name" kata si om pada para pengantri. "Next!!". "Thank you sir". Aku menarik adikku dan melangkah cepat. Ini salah satu yang memberatkanku mengajak si centil satu ini. . Singkat kata, sampailah kami di terminal utama. Satu koper besar sudah di troley. Jam? 15:01. Sebenarnya kami lebih cepat dari schedule yang tercatat. Aku mengirim kabar ke ummi dengan sms. Tak lama kemudian terdengar nada balasan. Ummi bersyukur dan berpesan untuk hati-hati dijalan. Beliau kirim salam untuk om Matthew dan memintaku untuk terus kirim kabar. "Thaya, kita shalat yuk". Athaya mengangguk. "Zuhur and ashar sekalian?" "Ya. kita jamak". "Where is musholla da Alam?" "Haha..mana ada musholla disini honey. Yuk kita wudhu di sana" kataku menunjuk tanda toilet. Keluar dari toilet, aku ambil sajadah dari ranselku. Melihat kekiri dan kekanan mencari tempat. Dimana? Athaya menggoyangkan tanganku dan menunjuk kearah tangga. Walau tidak terlalu tersembunyi, dibawah tangga itu ada sedikit ruangan. "Good idea sista". Sajadahku cukup besar untuk kita berdua. Kami kerjakan shalat zuhur dan ashar masing masing dua rekaat. Selesai memberi salam kekiri dan kekanan, kami baru menyadari, setidaknya ada 5 orang berdiri memperhatikan. Kami berdiri, melipat sajadah dan memasukkannya kedalam ransel. Ketika siap untuk jalan, seorang dari tiga ibu-ibu setengah baya yang memperhatikan, mendatangi kami. "Excuse me my boy, just a curiosity.What did you just do?" Kata si ibu sambil memegang tangan ku. "Oh that? we are doing prayer maam. That's the way Muslims pray." "ooh...okay". Beliau tersenyum dan kembali ke kedua temannya "They are Muslims". Aku kembali mendorong troleyku. Athaya mengikuti sambil terus memandang ibu tadi. "Da Alam" "Yes?" "Ibu-ibu tadi mirip Mrs Doubtfire". "Hus!!"